Category Archives: cangpanah
Lorong Tua dan Rambut Kami Makin Putih
Dari Klise ke Klise, Obrolan Konyol dengan Penyair Milenial

OLEH: MUSTAFA ISMAIL | IG: MOESISMAIl | @MUSISMAIL | MUSISMAIL.COM |
“Apa sih yang baru dalam hidup ini? Peristiwa selalu berulang,” kata Suman, seorang anak muda, yang lagi galau mencipta puisi. Ia berhenti menulis puisi karena merasa tidak ada lagi yang baru dituliskan. “Semua hal rasanya sudah pernah dituliskan menjadi puisi. Soal cinta, kemiskinan, kemelaratan, kejahatan, korupsi, hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia, kasih sayang, semua pasti sudah pernah ditulis. Apa lagi?”
Apakah Kita Masih Merindukan Kampung Halaman?

Kampung dan kota, apa bedanya? Teknologi informasi membuat batas-batas desa dan kota semakin tipis, bahkan tak berbatas lagi. Saat sebuah peristiwa terjadi di satu sudut dunia dalam sekejab informasinya menyebar ke seluruh sudut dunia lain. Tak hanya dalam bentuk teks, tapi dalam bentuk multimedi: foto, video dan suara.
Antara Busana dan Isi Kepala, Siapa Panglimanya?

Alkisah, ada seorang mahasiswa masuk ke kelas memakai sendal jepit. Melihat itu, sang dosen yang sedang mengajar, mempersilakannya masuk. Sejenak, ia memandang perempuan muda itu yang memakai kaos oblong, celana jeans, dan sepatu sport. Cuma, ia mengernyitkan dahi ketika melihat punggung perempuan itu. Ada bekas beberapa sundutan rokok di sana. Tampaknya si mahasiswi tidak tahu itu. Mungkin itu terjadi secara tak sengaja entah di mana.
Penulis Serius versus Selebritas Sastra

Anak kecil yang baru belajar karate, tiang listrik pun diajak berkelahi. Kata-kata ini sering saya lontarkan — secara guyonan tentu saja — merespon orang-orang yang senang memancing diskusi tak produktif di media sosial. Biasanya orang seperti ini baru belajar sesuatu. Lalu, ia asyik mengkritik atau menggurui sana-sini, termasuk memancing debat tak penting. Bahkan terkesan ia sedang mencari perhatian.
Modus atawa Pura-pura

Ini lagi-lagi kisah perjalanan pulang dari kantor malam ini. Saya melaju agak kencang ketika secara tak sengaja mata tertumbuk pada dua tubuh di trotoar jalan. Mereka adalah seorang ibu — tak jelas usianya — dengan seorang anak kecil yang di keningnya ada tertempel koyok. Tek jelas, apakah anak itu sedang sakit.
Jangan Lupa (Klise) Bahagia

Sambil pulang kantor malam ini, saya menemukan kalimat ini pada sebuah warung: Jangan lupa bahagia. Sekilas tak ada persoalan dengan kalimat tersebut. Anjuran itu sangat positif. Mengajak orang untuk bahagia adalah adalah ibadah sosial. Terpujilah orang-orang yang selalu sempat memikirkan kebahagian orang lain.
Mari Ngopi dan Berpuisi

Kopi dan puisi boleh jadi tak jelas hubungannya. Puisi tidak dilahirkan oleh kopi, begitu sebaliknya: kopi tidak dilahirkan oleh puisi. Puisi tidak mempengaruhi kopi dan kopi tidak mempengaruhi puisi. Kedua benda itu tidak diikat oleh benang merah tertentu. Ada penyair yang suka kopi, ada pula yang tidak. Bahwa sebagian besar penyair itu suka ngopi, itu bukan sesuatu yang luar biasa. Itu hanya soal selera, bukan “kewajiban” dan hubungan kausalitas.
Obrolan Rahasia, dari Estetika Hingga Penyair Penggembira

Ada banyak soal yang menjadi topik bahasan dalam #NgopiSastraRahasia di Griya Litera, Pamulang, Tangerang Selatan, Senin malam, 24 Desember 2018 hingga Selasa dini hari, 25 Desember 2018. Mulai dari soal estetika hingga para pemyair penggembira pada berbagai acara sastra. “Jika tidak ada mereka, acara sastra akan sepi,” kata Ahmadun Yosi Herfanda, tuan rumah diskusi kecil itu.
Bekerja Sambil Antri Layanan Publik

Menunggu, tentulah, sangat membosankan. Apalagi ketika menunggu tanpa aktivitas lain. Semua kita pasti pernah merasajan bagaimana melelahkan menunggu untuk mengurus administrasi publik, mulai dari pengurusan KTP, pajak, pengurusan SIM, STNK, paspor, hingga urusan di bank. Tentu mengantri sangat positif. Tapi bagi sebagian orang terasa “memboroskan” waktu jika tak ada sesuatu yang bisa kita lakukan.