Category Archives: puisi
Dari Sebiji Padi
Syair Kehilangan
Diam-Diam Kutulis Sebait Puisi

Puisi ini, “Diam-diam Kutulis Sebait Puisi”, masih merupakan bagian dari puisi-puisi dalam bundel “Perjalanan” karya saya. Puisi ini saya tulis di kampung saya di Trienggadeng (dulu Kabupaten Pidie, kini Pidie Jaya) bertolak dalam sebuah perjalanan dari Banda Aceh ke kampung. Puisi ini memadukan pengalaman sosial sekaligus trandensental.
Sajak Tahun Baru

Semula sajak ini, seperti terketik di bundel Perjalanan berjudul “Selamat Pagi”. Namun, entah kapan, saya telah mencoret judul ketikan itu dengan tinta balpoin hitam dan di atasnya saya tulis “Sajak Tahun Baru”. Memang, puisi itu saya tulis pada 1 Januari 1992.
SAJAK TAHUN BARU
selamat pagi pak tani, sapa mentari baru pagi
ini. sesuai mandi, kita mulai lagi membajak
sawah. memakai pakaian baru, sepatu, dan
dengan segenap peralatan baru pula. setelah
itu sama-sama kita bercocok tanam, menanam
tanaman kesukaan, kemudian kita panenkan! Oh ya,
sebelum berangkat, mari sejenak kita
melihat ke belakang: sejauh mana kita sudah
berjalan! sekarang mari kita melangkah lagi
dengan segala persiapan dan perbekalan.
trg,
1 Jan 1992
MUSTAFA ISMAIL
>FOTO UTAMA: Pixabay.com
Sensus Penyair dan Puisi Konyol

Sungguh, saya agak geli membaca puisi berjudul “Sensus Penyair” ini. Puisi yang saya tulis pada Desember 1991 itu rada-rada “gimana”. Puisi ini bagian dari bundel puisi saya berjudul “Perjalan” dengan ketikan mensin ketik — yang tentu saja tidak ada file softcopynya. Maka itu, puisi ini saya ketik ulang sebagaimana adanya.
Pagi Masih Berembun
Miskin atawa Ketika Tubuh Digayut Sakit

Aslinya, sesuai ketikan di bundel “Perjalanan” (Sajak-sajak Mustafa Ismail 1990-1992″ puisi ini berjudul “Ketika Tubuh Digayut Sakit”. Tapi, entah kapan, judul puisi itu kemudian saya coret dengan ballpoin dan di atasnya saya tulis kata “Miskin” sebagai judul baru — dengan huruf kapital. Puisi yang lahir pada 1991 ini saya ketik ulang seperti aslinya di bundel itu.